PENDAHULUAN
UNASSISTED REPRODUCTION
Untuk
memahami Assisted Reproduction Technology
dan bagaimana caranya membantu pasangan infertil, maka sebelumnya sangat
penting untuk mengerti bagaimana konsepsi terjadi secara alami.
Konsepsi
secara alami terjadi ketika pria mengejakulasikan semen, yaitu cairan yang
mengandung spermatozoa ke vagina wanita pada masa ovulasi, yaitu ketika ovarium
mengeluarkan sel telur. Ovulasi adalah peristiwa kompleks yang dikontrol oleh
kelenjar pituitari. Kelenjar pituitari melepaskan follicle-stimulating hormone (FSH) yang menstimulasi folikel pada salah
satu ovarium agar mulai tumbuh. Folikel menghasilkan hormon estrogen dan
mengandung telur yang matur. Ketika satu sel telur matur, kelenjar pituitari melepaskan
sejumlah besar luteinizing hormone
(LH) yang menyebabkan folikel pecah dan mengovulasikan sel telur matur.
Setelah
ovulasi, telur berada di tuba fallopi. Karena fertilisasi biasanya terjadi di
dalam tuba fallopi, sperma seorang pria harus mampu berenang melalui vagina dan
mukus serviks, dari saluran serviks menuju uterus, kemudian ke tuba fallopi
dimana sperma harus menembus sel telur (Gambar 1). Telur yang terfertilisasi
melanjutkan perjalanan ke uterus dan terimplantasi pada lapisan uterus dimana
tempat ia berkembang.
INFERTILITAS
Infertilitas
merupakan kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan sekurang-kurangnya
dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi, atau biasa
disebut juga sebagai infertilitas primer. Infertilitas sekunder adalah
ketidakmampuan pasangan yang telah memiliki anak untuk memperoleh kehamilan
selanjutnya. Infertilitas idiopatik mengacu pada pasangan infertil yang telah
menjalani pemeriksaan standar meliputi tes ovulasi, patensi tuba, dan analisis
semen dengan hasil normal.
Evaluasi
WHO tentang data Demografis dan Survey Kesehatan (2004) memperkirakan ada lebih dari 186 juta perempuan yang telah menikah
atau jika ditranslasikan menjadi 1 dari setiap 4 pasangan pada usia reproduktif
di negara-negara berkembang berharap memiliki anak. Di Indonesia, persentase
perempuan yang mengalami infertilitas primer bervariasi berdasarkan kelompok
umur. Persentase paling tinggi pada kelompok umur 20-24 tahun sebesar
21,3%.
Ada
banyak penyebab infertilitas yang dapat mencegah bersatunya sperma dan sel
telur secara alami. Medscape (2011) membagi menjadi 5 penyebab utama
infertilitas, yaitu:
- Faktor
pria, berkaitan dengan kualitas semen
- Gangguan
ovulasi dan sisa cadangan oosit
- Kelainan
pada tuba
- Lain-lain
(defek interaksi sperma-mukus, kelainan pada uterus dan serviks serta gangguan
hormon)
- Tidak
diketahui.
Prevalensi
faktor resiko untuk berbagai tipe infertilitas menurut
Centers for Disease
Control and Prevention (2014) adalah karakteristik sosiodemografis (umur,
etnis, edukasi, tempat tinggal, status sosioekonomi), perilaku hidup sehat
(konsumsi alkohol, tembakau, steroid anabolik, obat-obatan), berat badan dan
faktor-faktor terkait, kondisi kesehatan fisik dan mental (gangguan genetik,
infeksi menular seksual, obesitas, depresi, kanker), serta paparan kimia
lingkungan.
Pasangan
infertil yang setelah satu tahun berusaha memperoleh kehamilam, 15%-nya mencari
perawatan medis untuk menangani kondisi
infertilitas, salah satunya dengan assisted
reproductive technologies (WHO, 2000).
ISI
ASSISTED REPRODUCTIVE TECHNOLOGIES (ART)
ART merupakan teknologi yang
digunakan untuk mencapai kehamilan dengan melalui prosedur tertentu. National
Institute of Child Health and Human Development (2013) membagi ART menjadi tiga, yaitu artificial insemination, in vitro fertilization-embryo transfer dan variasinya, serta third party reproduction. ART menjadi pilihan ketika fertility medication (dengan menggunakan
obat-obatan) tidak berhasil.
A. ARTIFICIAL
INSEMINATION
Inseminasi buatan adalah teknik
penempatan sperma pada saluran reproduksi wanita seperti pada serviks, uterus atau
tuba. Inseminasi buatan adalah solusi bagi wanita yang memiliki kerusakan
serviks, pria yang memiliki jumlah dan mobilitas spermatozoa yang rendah serta
pria yang tidak dapat ereksi. Prosedurnya dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
- Pengumpulan
sampel sperma dengan cara masturbasi atau dengan kondom khusus saat intercourse
- Pemrosesan
sperma
- Penempatan
sampel sperma ke bagian saluran reproduksi wanita melalui transvaginal
menggunakan pipa tipis dan panjang (kateter).
Teknik inseminasi ini dibedakan namanya
berdasarkan penempatan sperma pada saluran reproduksi wanita, yaitu
intracervical insemination (ICI),
intrauterine insemination (IUI), dan
intratubal insemination (ITI). Menurut
Hurd
et al. (1993) tingkat
keberhasilan tipe-tipe inseminasi dalam memperoleh kehamilan dari yang
tertinggi ke rendah, berturut-turut adalah IUI, ITI, dan ICI. Inseminasi buatan
dapat pula berupa teknologi sederhana, yaitu dengan menggunakan
conception cap,
yaitu
dengan cara menempatkan semen ke dalamnya kemudian diletakan ke dalam serviks.
Alat ini menahan semen pada tulang serviks, menjaganya dari sekret asam vagina
dan melindunginya dari mukus serviks.
|
IUI |
|
Conception cap |
Inseminasi buatan dapat dikombinasi
dengan medikasi yang menstimulasi ovulasi. Kombinasi ini dapat meningkatkan
peluang kehamilan pada beberapa kasus. Jika inseminasi dilakukan setiap bulan
dengan sperma yang baru maupun beku, maka rata-rata kesuksesannya sekitar 20%
per siklus. Kesuksesan ini tergantung pada penyebab infertilitas pasangan, fertility medication yang digunakan, dan
usia pasangan wanita (NICHD, 2013).
B. IN VITRO FERTILIZATION-EMBRYO
TRANSFER (IVF-ET)
Teknik ini direkomendasikan ketika treatment yang lain seperti inseminasi
buatan tidak berhasil atau ketika terdapat beberapa faktor infertilitas pada
pria, beberapa endometriosis dan gangguan tuba pada wanita. American Society for Reproductive Medicine
(2011) membagi taknik IVF menjadi dua, yaitu IVF sederhana serta variasinya dan
IVF dengan third party reproduction.
Selama IVF, sel telur dan sperma diambil dari
pasangan dan diinkubasi bersama dalam dish di laboratorium untuk difertilisasikan
secara in vitro hingga menghasilkan
embrio. Kemudian embrio ditranser ke dalam uterus, dimana implan diharapkan
terjadi hingga kehamilan tercapai.
Proses IVF-ET
- Stimulasi Ovarium
Selama stimulasi ovarium atau
juga dikenal sebagai induksi ovarium, dilakukan medikasi menggunakan obat
fertilitas untuk menstimulasi keluarnya banyak sel telur dari ovarium pada
sekali waktu. Sel telur multipel diperlukan karena tidak semua sel telur dapat
berhasil difertilisasi atau berkembang normal setelah fertilisasi.
Medikasi untuk stimulasi ovarium adalah human menopausal
gonadotropin (hMG), follicle stimulating hormone (FSH) & luteinizing hormone (LH), human
chorionic gonadotropin (hCG), clomiphene
citrate dan letrozole. Clomophene citrate
dan letrozole digunakan secara oral,
sedangkan yang lain diberikan dengan cara injeksi. Tahap medikasi ini dilakukan
selama 8-14 hari.
Waktu
atau penjadwalan sangat penting dalam siklus IVF. Ovarium dievaluasi selama
treatment dengan pemeriksaan ultrasound
vaginal untuk memonitor perkembangan ukuran folikel. Sampel darah diambil untuk
mengukur respon terhadap medikasi stimulasi ovarium dengan mengetahui kadar estrogen.
Dengan demikian, dapat diketahui waktu yang tepat untuk panen sel telur. Ketika
sel telur matur, hCG atau medikasi lainnya diberikan menginisiasi proses
ovulasi. hCG menggantikan lonjakan LH alami wanita dan menyebabkan tahap akhir
sel telur matur, sehingga sel telur mampu untuk difertilisasi. Sel telur
dipanen sebelum ovulasi terjadi, yaitu setelah 34-36 jam setelah hCG
diinjeksikan.
- Pemanenan Sel Telur
Proses ini digunakan untuk mengambil telur
dari ovarium. Tahap ini normalnya berlangsung selama 30 menit. Pemanenan sel telur biasanya dibantu dengan transvaginal ultrasound aspiration. Probe ultrasound
disisipkan ke dalam vagina untuk memvisualisasikan ovarium dan folikel. Jarum
disisipkan menembus dinding vagina diarahkan menuju ovarium masuk ke dalam
folikel yang matur. Alat penghisap diperlukan untuk menarik telur dari folikel
masuk ke dalam jarum. Laparoscopy dapat juga digunakan untuk memanen sel telur
menggunakan teleskop kecil yang diletakkan dalam umbilikus.
- Fertilisasi dan
Kultur Embrio
Setelah sel-sel telur dipanen,
maka diperiksa maturitas dan kualitasnya. Sel telur yang memenuhi syarat
kualifikasi ditempatkan dalam sebuah medium kultur IVF dan ditransfer ke
inkubator untuk menunggu fertilisasi oleh sperma. Sperma diperoleh dengan cara
masturbasi atau dengan menggunakan kondom khusus yang digunakan selama intercourse kemudian dipisahkan dari
semen. Alternatif lain sperma dapat diperoleh dari testis, epididimis atau vas
deferens, jika semennya mengandung sedikit atau kehilangan spermatozoa.
Fertilisasi dapat dilakukan
dengan cara:
- Inseminasi, dimana sejumlah sperma motil ditempatkan bersama dengan oosit
dan diinkubasi semalam
- Intracytoplasmic sperm injection (ICSI), dimana satu spermatozoa
secara langsung diinjeksikan ke tiap-tiap sel telur matur.
Pada hari kelima setelah
fertilisasi, embrio mengandung 6-10 sel, rongga cairan terbentuk pada embrio,
dan plasenta serta jaringan fetus mulai terpisah. Embrio pada tahap ini disebut
blastokista. Blastokista dapat langsung dipindahkan ke dalam uterus dan proses
hatching terjadi secara alami, jika
tidak maka ada suatu teknik disebut
assisted
zona hatching (AZH) yang dilakukan sesaat sebelum embrio ditransfer ke
uterus. AZH dilakukan dengan cara membuat sebuah bukaan kecil pada lapisan zona
pelusida yang mengelilingi sel telur agar embrio dapat
hatching di luar tubuh, kemudian dipindahkan ke uterus agar dapat
langsung terimplantasi.
|
Kultur embrio |
Jika diperlukan, dilakukan juga Preimplantation genetic diagnosis (PGD),
yaitu dengan mekanisme screening seperti
fluorescent in-situ hybridization
(FISH) atau comparative genomic
hybridization untuk mengidentifikasi genetik abnormal embrio sebelum
diimplantasi.
- Transfer Embrio
Tahap selanjutnya pada proses IVF
adalah transfer embrio. Proses ini tidak memerlukan anestesi, hanya
penenang ringan. Satu atau lebih embrio yang tersuspensi pada medium kultur
dipindahkan ke transfer catheter,
sebuah alat yang panjang, pipa tipis steril dengan syringe (penyemprot) pada ujungnya. Ujung transfer catheter dimasukkan melalui serviks dan menempatkan cairan
berisi embrio ke dalam rongga uterus. Jumlah embrio yang ditransfer berdasarkan
usia pasien wanita dan karakteristik embrio serta keadaan pasien.
- Cryopreservation
dan Frozen Embryo Transfer (FET)
Embrio ekstra yang tersisa
setelah transfer embrio dapat dibekukan, prosesnya disebut cryopreservation. Cryopreservation
diperlukan untuk siklus ART berikutnya, sehingga menjadi lebih simpel, lebih
murah, dan lebih tidak invasif dibandingkan siklus pertama IVF karena pasien
wanita tidak perlu lagi melakukan stimulasi ovarium dan pemanenan telur. Embrio
beku dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama. Kelahiran bayi dari proses
FET dengan menggunakan embrio yang dibekukan selama 20 tahun telah dilaporkan
serta tidak ada kasus transmisi penyakit infeksi, resiko cacat lahir, anomali
kromosom, dan komplikasi kehamilan yang muncul.
Namun, tidak semua embrio mampu survive
dalam keadaan beku dan tingkat keberhasilan kehamilan FET lebih rendah
dibandingkan TE tanpa pembekuan embrio. Cryopreservation
tidak hanya diaplikasikan untuk mengawetkan embrio, tetapi juga sel telur dan
sperma dengan berbagai tujuan dan manfaat.
VARIASI IVF-ET
Zygote Intrafallopian Transfer (ZIFT) & Tubal Embryo Transfer (TET)
ZIFT adalah teknik yang mentrasfer zigot ke tuba fallopi wanita. Sebelumnya,
fertilisasi dilakukan secara in vitro
sampai menjadi tahap 2 sel. Teknik ini juga menggunakan laparoscopy yang penting untuk memantau peletakan zigot di tuba.
Zigot yang berhasil diletakkan di tuba diharapkan dapat berpindah secara
natural ke uterus untuk implantasi.
Tubal Embryo Transfer (TET)
hampir sama dengan ZIFT, namun yang ditransfer ke tuba fallopi adalah embrio
yang telah berkembang lebih dari tahap 2 sel.
Keuntungan ZIFT dan TET adalah
embrio memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan embrio hasil kultur in vitro tradisional. Penempatan kembali
zigot atau embrio ke tuba diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan
perkembangan selanjutnya.
Gamete Intrafallopian Transfer (GIFT)
GIFT adalah teknik yang
mentransfer sel gamet (sel telur dan sperma) ke tuba fallopi wanita, sehingga
fertilisasi terjadi di tuba (tidak secara in
vitro). Wanita melakukan prosedur hiperstimulasi ovarium. Oosit diambil
secara transvaginal dengan arahan USG, kemudian 3-4 oosit diletakkan di tuba
melalui laparoscopy di salah satu
tuba yang telah di letakkan sperma.
GIFT adalah sebuah pilihan bagi
wanita yang memiliki tuba fallopi yang normal. Beberapa pasangan pasutri
cenderung memilih GIFT dengan alasan religius dan etis karena telur tidak
difertilisasikan di luar tubuh. Kelemahan GIFT adalah fertilisasi tidak bisa
dikonfirm.
C. THIRD PARTY
REPRODUCTION
Ketika pasutri tidak kunjung
memperoleh kehamilan dari hasil medikasi infertilitas dan ART sederhana, maka terdapat
metode third party assisted ART,
yaitu dengan bantuan pihak ketiga yang macamnya dibagi menjadi dua, yaitu:
- Donasi sperma,
telur, dan embrio
Pasutri dapat menggunakan sperma
donor dari laki-laki lain ketika suami tidak dapat memproduksi sperma atau
mengidap penyakit genetik. Sperma donor dapat digunakan dengan cara inseminasi
atau IVF. Sel telur donor digunakan ketika istri tidak dapat menghasilkan sel
telur yang sehat. Sel telur donor diperoleh dari wanita lain melalui stimulasi
ovarium dan pemanenan sel telur untuk difertilisasi secara in vitro dengan sperma suami. Donasi embrio hasil fertilisasi sel
sperma dan sel telur dari pihak lain adalah pilihan yang dipilih ketika pasutri
keduanya infertil. Sel telur maupun sperma dapat diperoleh dari pihak yang
diketahui identitasnya, maupun anonim dari tempat penyimpan (bank).
- Surrogacy atau
gestational carrier
Metode ini dilakukan dengan cara
menitipkan embrio pada uterus wanita lain (sebagai pembawa embrio). Embrio
dapat berasal dari gamet pasutri atau embrio donor hasil IVF.
RESIKO ART
Resiko
cacat lahir pada bayi yang lahir melalui treatment ART adalah pertanyaan yang
kontroversial. Ada banyak publikasi yang menyatakan bahwa prevalensi cacat
lahir meningkat pada bayi hasil IVF ICSI dibandingkan dengan bayi yang lahir
dari hasil konsepsi alami, walaupun demikian ada banyak pula peneliti yang
berkesimpulan bahwa tidak terjadi peningkatan resiko cacat lahir. Pada suatu
studi review sistematik (Hansen, et al.
2005) menyatakan bahwa memang ada kecenderungan terjadinya cacat lahir pada
bayi hasil IVF dibandingkan dengan bayi hasil konsepsi alami, peningkatan
resikonya sebesar 30-40%.
RANGKUMAN
Assisted reproductive technologies (ART) merupakan perawatan medis untuk infertilitas bagi
pasangan yang mengharapkan kelahiran bayi dalam kondisi sehat. ART dipilih
pasangan infertil jika pengobatan medis dengan obat-obatan tidak berhasil. Inseminasi buatan adalah ART yang paling banyak dipilih. Selain biayanya
yang terjangkau, inseminasi buatanadalah teknik yang tidak begitu invasif. Namun, jika dibandingkan dengan IVF, inseminasi
buatan berpeluang lebih kecil untuk memperoleh kehamilan. IVF adalah ART yang terbaik saat ini dan
teknologi yang menyertainya terus dikembangkan agar peluang memperoleh
kehamilan dapat ditingkatkan.
REFERENSI
- American Society for
Reproductive Medicine (ASRM). 2011. Assisted Reproductive Technologies: A guide
for patients. www.asrm.org. 18 Maret 2015.
- Baby Center Medical Advisory Board. 2013. Fertility
Treatment: Assisted Reproductive Technologies (ART). http://www.babycenter.com/0_fertility-treatment-assisted-reproductive-technologies-art_4093.bc.
18 Maret 2015.
- Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2014. National Public Health Action Plan for the
Detection, Prevention, and Management of Infertility. Atlanta, Georgia.
Centers for Disease Control and Prevention.
- Hurd, W.W., J.F. Randolph Jr., R. Ansbacher, A.C. Menge, D.A.
Ohl & A.N. Brown. 1993. Comparison of intracervical, intrauterine, and
intratubal techniques for donor insemination. Fertil Steril. 59(2):339-42.
- Kamath, M.S., & S. Bhattacharya. 2012. Demographics of
infertility and management of unexplained infertility. Best Practice & Research Clinical Obstetrics & Gynaecology.
26(6):729-38.
- Medscape Reference.
2011. Assisted Reproductive Technology. http://emedicine.medscape.com/article/263907-overview.
18 Maret 2015.
- Hansen, M., C. Bower, E. Milne,
N. de Klerk & J.J. Kurinczuk. 2005. Assisted reproductive technologies and
the risk of birth defects—a systematic review. Human Reproduction. Vol.20, No.2 pp. 328–338.
- The Alberta Health Technologies
Decision. 2014. Assisted Reproductive
Technologies (ARTs). Prepared by the University of Alberta for the
Government of Alberta.
- World Health Organization (WHO).
2000. WHO Manual for the Standardized
Investigation and Diagnosis of the Infertile Couple. Cambridge. Cambridge
University Press.
- World Health Organization (WHO).
2004. Infecundity, Infertility, and
Childlessness in Developing Countries. DHS Comparative Reports No.9.